KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT,karena berkat
rahmat dan kasih sayangnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan tepat waktu. shalawat beiringkan salam kita ucapkan kepada nabi besar
kita muhammad SAW yang mana beliau telah membawa kita dari alam kegelapan
menuju alam yang terang bederang seperti yang kita rasakan saat ini.
Tujuan penulis membuat makalah ini
adalah untuk menjelaskan tentang hak dan kewajiban hamba allah.yang mana dalam
hal ini kita mempunyai hak dan kewajiban atas perintah allah.
Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
orangtua penulis atas bantuan dan motivasinya dalam mengerjakan makalah ini.
Terima kasih juga kepada rekan-rekan lainnya yang telah memberi bantuan kepada
penulis dalam membuat makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini bisa menambah
pengetahuan dan menjelaskan pembaca tentang hak dan kewajiban hamba allah.
Pekanbaru,september 2014
Tim penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah memiliki berbagai perintah yang wajib ditunaikan oleh para
hamba-Nya, memiliki takdir berupa musibah dan ‘aib (maksiat) yang ditetapkan
atas para hamba-Nya, memiliki nikmat yang diberikan kepada mereka.”
Ketiga hal ini, yaitu perintah,
takdir, dan nikmat memiliki ragam penghambaan kepada-Nya yang wajib
ditunaikan oleh setiap hambanya. Pribadi yang paling dicintai-Nya adalah yang
mampu mengenal berbagai bentuk penghambaan dan mampu menunaikan hak-Nya dalam
ketiga kondisi tersebut. Pribadi yang paling jauh dari-Nya adalah pribadi yang
tidak tahu bagaimana bentuk penghambaan kepada-Nya dalam ketiga kondisi tadi.
Bentuk penghambaan-Nya itu ialah
melaksanakan secara ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Terkait dengan perintah dan larangan-Nya.Penghambaan
kepada-Nya ketika ditimpa musibah ia bersifat sabar atas musibah tersebut dan
mengharapkan keridha’an allah SWT,adapun tingkatan yang lebih tinggi dari
bersabar; yaitu bersyukur atas musibah tersebut. Semua itu akan terwujud
apabila kecintaan kepada-Nya terhunjam kuat di dalam hati hambanya, dan dia
tahu bahwa musibah tersebut merupakan pilihan terbaik baginya, meskipun dia
tidak suka terhadap musibah tersebut.
Dan penghambaan kepada-Nya ketika tertimpa
kemaksiatan ia segera bertaubat kepada allah SWT, berdiri di hadapan-Nya dalam
keadaan memohon ampunan dengan hati yang tercerai berai, karena dia tahu tidak
ada yang mampu menghilangkan aib tersebut melainkan allah SWT. dengan demikian
ia melihat aib merupakan bahaya yang tidak dapat disingkap kecuali oleh allah
SWT dan dia berkeyakinan bahwa aib (maksiat) tersebut lebih berbahaya dari pada
penyakit fisik.
Dengan demikian, dia adalah seorang yang lemah, tidak
berdaya untuk mendatangkan taufik bagi dirinya sendiri, tidak mampu
mendatangkan ridha tanpa izin,kehendak,dan ‘inayah-Nya. Dirinya adalah seorang
yang butuh kepada-Nya, hina, miskin, menjatuhkan diri di hadapan-Nya, mengetuk
pintu-Nya.Dengan adanya maksiat itu dia memandang dirinya sebagai orang yang
paling rendah dan hina, sehingga dia sangat fakir dan butuh kepada-Nya, dia
cinta kepada-Nya. (Dia tahu) tidak ada kebaikan pada dirinya, tidak pula kebaikan
itu berasal darinya, yang ada adalah seluruh kebaikan adalah milik Allah,
berada di tangan-Nya, dengan kehendak-Nya dan berasal dari-Nya. Dia lah yang
mengatur nikmat, menciptakan, dan memberikan kepada dirinya disertai
kebencian-Nya apabila dirinya berpaling, lalai dan bermaksiat kepada-Nya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Agar mahasiswa tahu tentang apa yang
dimaksud dengan hamba Allah.
2.
Agar para mahasiswa dapat memahami tentang pengertian
hak dan kewajiban dalam Islam.
3.
Agar mahasiswa dapat memahami tentang
hak dan kewajiban hamba Allah..
4.
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami urgensi
manusia sebagai hamba Allah Swt.
BAB
II
PEMBAHASAN
HAK
DAN KEWAJIBAN HAMBA ALLAH
A. Definisi Hamba Allah
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:“Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang
ridho terhadap apa yang Allah ridhoi, murka terhadap apa yang Allah murkai,
cinta terhadap apa yang Allah dan Rasul-nya cintai serta benci terhadap apa
yang Allah dan Rasul-Nya benci. Hamba Allah adalah hamba yang senantiasa menolong
wali Allah (kekasih Allah dari orang beriman) dan membenci musuh Allah Ta’ala
(dari orang kafir). Inilah tanda sempurnanya iman.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
مَنْ
أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدْ
اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ
“Barangsiapa yang cinta dan benci
karena Allah serta memberi dan enggan memberi karena Allah, maka telah
sempurnalah imannya.”
Beliau
juga bersabda:
أَوْثَقُ
عُرَى الْإِيمَانِ الْحُبُّ فِي اللَّهِ ؛ وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ
“Ikatan iman yang paling kokoh
adalah cinta dan benci karena Allah.”
Hamba Allah adalah hamba yang selalu merasakan
kehadiran Penciptanya di manapun dia berada
dan setia
melayani,serta senantiasa memohon pertolongan,
ampunan, dan bimbingan, hanya kepada Allah dengan hati yang ridho, sebagaimana
firmannya yang artinya:
"Hanya kepada Engkau kami
menyembah, dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan".(Al-baqarah
ayat 5).
Bagi hamba Allah, apapun yang terjadi, baik terhadap
dirinya, hartanya, keluarganya, kedudukannya, jabatannya, harus senantiasa
ikhlas, karena apa yang terjadi itu hakikatnya adalah antara dirinya dengan
Sang Pencipta. Bagaimanapun perlakuan orang lain, sekalipun menyakitkan, bagi
hamba Allah itu adalah pemberian yang indah dari Sang Penguasa. Dengan demikian
tidak perlu sakit hati,marah atau dendam pada sesama karena semua itu terjadi semata-mata antara dirinya
dengan Allah. Orang lain dan semua yang ada, hanyalah hiasan semata, untuk
menguji apakah dirinya tetap konsisten pada tujuannya atau tidak. Hamba Allah
senantiasa sabar dalam menerima cobaan dan ujian semuanya dikembalikan kepada Allah dengan mengharap ridho-Nya, sebagaimana Allah berfirman
dalam Surat Huud ayat 11, yang artinya:
"Kecuali
orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal sholeh, mereka
itu beroleh ampunan dan pahala yang besar".(huud ayat 11)
B. Definisi Hak
dan Kewajiban
Perkataan hak mempunyai bermacam-macam arti. Dalam
Ilmu Akhlak yang dimaksud Hak ialah
sesuatu yang dipunyai oleh seseorang atau kelompok orang. Hak yang dimiliki
oleh seseorang atau kelompok orang itu dapat berupa benda atau wewenang
melakukan sesuatu.hak juga dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara
etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau
menuntut sesuatu. sedangkan yang dimaksud kewajiban
ialah apa yang harus dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang kepada orang
lain atau kelompok orang lainnya. Ahmad Amin mengatakan : "Ma lil insan yusamma haqqan, Wama 'alaihi yusamma wajiban".
Apa yang dipunyai oleh seseorang dinamakan Hak, dan apa yang harus diperbuat
oleh seseorang kepada orang lain dinamakan Kewajiban. Dalam redaksi lain, "Al-haqqu ma laka, wal wajib ma
'alaika".Hak ialah yang engkau punyai, dan kewajiban ialah apa yang engkau
harus lakukan (kepada orang lain).
Sebagian ulama menjelaskan yang dimaksud kewajiban
ialah "perbuatan akhlak yang ditimbulkan atau digerakan oleh hati
nurani". Dalam bahasa arab. seperti ditulis oleh Ahmad Amin, "al-'amal al-akhlaqi alladzi yab'atsu
'alal ityani bihi al-dhamir". Perlu diberikan catatan bahwa pengertian
kewajiban atau wajib menurut akhlak berbeda dengan pengertian wajib menurut
ilmu fiqih. Kewajiban menurut akhlak
mengandung arti segala sesuatu yang dipandang baik oleh hati nurani, mencakup
segala sesuatu yang wajib maupun yang sunnah hukumnya menurut kategori hukum
dalam ilmu fiqih.
Hak dan Kewajiban merupakan dua hal yang saling
berkaitan. Oleh karena hak itu merupakan wewenag dan bukan kekuatan, maka ia
merupakan tuntutan, dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban,
yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain. Dengan cara demikian
orang lain pun akan berbuat yang sama pada dirinya. Jika seseorang mempunyai
hak, misalnya hak memiliki sebuah rumah atau sebidang tanah, maka wajib bagi
orang lain menghormati hak itu. Demikian pula wajib bagi yang memiliki hak
mempergunakan haknya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan orang banyak. Jadi ada
dua kewajiban : pertama, kewajiban yang dibebankan kepada yang memiliki hak. kedua, kewajiban yang dibebankan
kepada orang lain.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Perkara yang wajib dilakukan oleh setiap
hamba di dalam menjalani agamanya yaitu mengikuti apa yang dikatakan oleh Allah ta’ala dan apa yang dikatakan oleh Rasul-Nya Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam serta ajaran para
khalifah yang terbimbing dan mendapatkan hidayah sesudah beliau yaitu para
Sahabat dan para pengikut mereka yang setia. Sebab Allah telah mengutus
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa bukti-bukti dan petunjuk. Allah mewajibkan kepada seluruh
manusia untuk beriman kepadanya dan mengikutinya secara lahir maupun batin.”
C. Hak Hamba
Allah
Dari sahabat Muadz bin Jabbal, yang membonceng
di belakang Rasulullah di atas keledai, Rasulullah berkata, Ya
Muadz, tahukah engkau apa haknya Allah terhadap hamba-Nya, dan apa haknya hamba
terhadap Allah (tatkala hamba sudah menunaikan haknya Allah) ?, jawab Muadz, Wallahu ta’ala a’lam. Jawab Rasullah, Hak Allah terhadap hamba-Nya (kewajiban
hamba terhadap Allah) yaitu agar mereka hanya menyembah kepada Allah
semata dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun dalam beribadah. Dan haknya hamba
terhadap Allah (Apa yang Allah balas tatkala hamba sudah mengerjakan
kewajibannya terhadap Allah) yaitu Allah tidak akan mengadzab mereka yang
tidak menyekutukan Allah sedikitpun.
Kemudian Muadz berkata kepada Rasulullah, Ya Rasulullah, Apakah
boleh aku sampaikan kabar gembira kepada untuk manusia?, Jawab Rasulullah, Jangan engkau
kabarkan, karena manusia akan meninggalkan berlomba-lomba memperbanyak amalan. (HR
Bukhari Muslim)
Hak yang dimaksud disini adalah, apa yang harus dilakukan
hamba terhadap Allah, dan apa kewajiban hamba yang merupakan hak Allah. Dan apa
pula yang menjadi balasan yang pasti Allah berikan kepada hamba takala hamba
sudah menunaikan haknya Allah yaitu untuk beribadah kepada Allah semata dan
tidak syirik.
Dan bukan berarti hamba mewajibkan sesuatu terhadap Allah,
karena tidak ada sesuatu pun yang dapat memaksa Allah. Akan tetapi yang
dimaksud hak hamba terhadap Allah adalah Allah yang telah menjanjikan terhadap
hambanya dan Allah mewajibkan terhadap diri-Nya sendiri untuk memberikan hak
hamba yang sudah menunaikan kewajibannya.
D. Kewajiban
Hamba Allah
Sekurang kurangnya Setiap muslim meyakini, bahwa Allah
adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya,
pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta
yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam
kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini
mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita
bahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.
Namun dengan demikian tidaklah menjadi alasan bahwa Allah
SWT butuh disembah dan diagungkan oleh makhlukNya, bagi Allah baik manusia mau
menyembahNya ataupun tidak, maka tidak akan mengurangi kebesaran dan
kemuliaanNya. Hanya saja sudah seharusnya manusia, sebagai ciptaan Allah,
menunjukkan akhlak yang baik kepadaNya.
a. Tidak Menyekutukan Allah SWT
Hal
pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT,
adalah tidak menyekutukan Allah. Hanya Allah lah Tuhan yang patut disembah, dan
hanya Allah lah Tuhan yang pantas diagungkan, oleh karena itu tidak ada alasan
apapun bagi manusia untuk menyekutukannya. Adapun amal manusia seharusnya hanya
ditujukan untuk Allah SWT. sehingga manusia harus membuang jauh-jauh riya’
(menampakkan amal/beramal agar dilihat oleh orang lain).sebagaimana firman
allah:
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa
yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah
tersesat sejauh-jauhnya” (QS. An-Nisa’:116)
b. Taat Terhadap Perintah-Perintah-Nya
Selanjutnya yang harus dilakukan seorang muslim dalam
beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya.
Sebab bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah
memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah berfirman (QS. 4 : 65):
Artinya:
“Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemdian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan
seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan
salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda yang artinya:
“Tidak
beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya)
mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Qur’an dan sunnah)." (HR. Abi
Ashim al-syaibani).
c. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas
Amanah Yang Diembankan Padanya
Etika yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT,
adalah memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya. Karena
pada hakikatnya, kehidupan ini pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karena
itu seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah berikan padanya maka
itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda dari ibnu Umar ra,
Rasulullah SAW bersabda
"Setiap kalian adalah pemimpin,
dan setiap kalian bertanggung jawab
terhadap apa yang dipimpinnya.
Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakan
pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami
merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya dan
juga anak-anaknya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang
hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa
yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas
apa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)
d. Ridho Terhadap Ketentuan Allah SWT
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim
terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah
berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang
berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan
padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakikatnya, sikap seorang muslim
senantiasa yakin terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang
berupa kebaikan atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
bersabda:
" sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena
segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan
kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik
bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa
hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Bukhari)
Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau
pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu
yang kita anggap baik justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk
ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita.
e. Bersyukur kepada Allah SWT
Tidak ada yang lebih pantas bagi sesuatu “yang telah diberi”
selain berterimakasih dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah diberikan
untuk tujuan diberikannya. Adapun manusia yang telah diberi banyak kenikmatan,
seharusnya selalu bersyukur kepadaNya. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Artinya:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula)kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
(QS.
Al-Baqarah:152)
f. Senantiasa Bertaubat Kepada-Nya
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah
luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat
manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah manakala sedang terjerumus
dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera
bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Artinya:
"Dan juga orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa dosa mereka. Dan siapakah yang
dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu sedang mereka mengetahui." (QS. Ali Imron: 135)
g. Obsesinya adalah Keridhaan ilahi
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT akan
memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya hanya kepada Allah SWT.
Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau
apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut,
‘terpakasa’ harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya. Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:
"Barang
siapa yang mencari keridhaan Allah dengan ‘adanya’ kemurkaan manusia, maka
Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang mencari
keridhaan manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan
kebencian-Nya pada manusia."
(HR.
Tirmidzi, Al-Qadha’I dan ibnu Asakir).
Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang
terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman,
otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan peduli
apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak yang penting ia dipuji oleh orang
lain.
h. Merealisasikan Ibadah Kepada-Nya
Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang
muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT.
Baik ibadah yang bersifat mahdhah(khusus), ataupun ibadah yang ghairu
mahdhah(umum). Karena pada hakikatnya, seluruh aktivitas sehari-hari adalah
ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Artinya:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Ad-Dzariyat :
56).
Oleh karenanya, segala aktivitas, gerak gerik, kehidupan
sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim
terhadap Allah. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdhah saja,
seperti shalat, puasa haji dan sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling
penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktivitas dalam rangkaian tujuan
untuk dapat menerakpak hukum Allah di muka bumi ini. Sehingga Islam menjadi
pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat Islam pada khususnya dan juga
oleh masyarakat dunia pada umumnya.
i. Banyak Membaca Al-Qur’an
Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang
muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi
ayat-ayat, yang merupakan firman-firman Nya. Seseeorang yang mencintai sesuatu,
tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin,
yang mencintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut nyebut Asma-Nya dan
juga senantiasa akan membaca firman-firman-Nya.Apalagi menakala kita mengetahui
keutamaan membaca Al-Qur’an yang demikian bessarnya. Dalam sebuah hadits,
Rasulullah SAW mengatakan kepada kita:
"Bacalah
Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat di hari
kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim).
BAB III
KESIMPULAN
Sudah menjadi
kewajiban seorang Muslim memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah
Ta’ala dan kesadaran sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam, Jika kesadaran itu hilang dari jiwa seorang Mukmin maka tindakan dan
amalan akan ngawur dan sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak akan
memberi ganjaran apapun yang didapat hanyalah siksa.
Kesadaran
pertama, kesadaran kita sebagai hamba Allah Ta’ala yang kita tampakkan dalam
setiap aktifitas sehari-hari dalam bahasa agamanya disebut (إِظْهَاُر
الْعُبُوْدِيَّةِ) Sebagai misal menampakkan kehambaan kepada Allah.
Contohnya jika kita mau makan meskipun seolah-olah padi kita tanam disawah kita
sendiri, beras kita masak sendiri maka ketika mau makan disunnahkan berdo’a:
اَللَّهُمَّ بَاِركْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا مِنْهُ
“ya Allah berilah kami keberkahan
darinya dan berilah kami makan darinya”
Berarti Allah
Ta’ala yang memberi rizki, bukan sawah atau lainnya. Begitu pula kita punya
mobil atau kendaraan lainnya, meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri,
dengan uang sendiri.
Itulah contoh
bahwa setiap saat kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah
Ta’ala, jika pernyataan itu hilang, maka alamat iman telah rusak di muka
bumi ini dan akan hilang kemudian muncul kesombongan dan keangkuhan, hal ini
telah terjadi pada zaman Nabi Musa AS yang ketika itu penguasanya lalim dan
sombong sehingga lupa akan status sebagai hamba, bahkan si raja itu
begitu sangat sombongnya sampai ia memproklamirkan dirinya sebagai tuhan, dia
menyuruh kepada rakyatnya agar menyembah kepadanya Dialah raja Fir’aun.
Kenyataan di
atas sudah tergambar pada zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang
seharusnya sebagai hamba Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang
mengalihkan penghambaan kepada harta, wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak
mereka hanya dijejali dengan berbagai macam persoalan dunia, mencari kenikmatan
dan kepuasan dunia saja tanpa memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan
akhirat lebih baik dari kenikmatan dunia, bahkan lebih kekal abadi.
Allah Ta’ala
menciptakan manusia bukan untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala
menciptakan manusia dan jin hanya untuk menyembah kepadaNya.
“Dan tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu.”
(Adz-Dzariyat: 56).
Makna
penghambaan kepada Allah Ta’ala adalah mengesakannya dalam beribadah dan
mengkhususkan kepadaNya dalam berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya Syarah Tsalasah Usul memaparkan persoalan
penting yang harus diketahui oleh kaum Muslimin:
اْلأُوْلَى اَلْعِلْمُ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، مَعْرِفَةُ
نَبِيِّهِ وَمَعْرِفَةُ دِيْنِهِ اْلإِسْلاَمِ بِاْلأَدِلَّةِ. الثَّانِيَةُ
اَلْعَمَلُ بِهِ. الثَّالِثَةُ اَلدَّعْوَةُ إِلَيْهِ.
“Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal
Allah, mengenal Rasul dan Dienul Islam dengan dalil dalilnya kedua
mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”
Syaikh Muhammad
At-Tamimi dalam kitab Tauhid, memberikan penjelasan bahwa ayat di atas,
menunjukkan keistimewaan Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam
kehidupan dunia dan akhirat. Dan menunjukkan pula syirik adalah perbuatan zalim
yang dapat membatalkan iman jika syirik itu besar, atau mengurangi iman jika
syirik asghar (syirik kecil).
Demikianlah
seharusnya, kaum Muslimin selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan
terhadap Allah Ta’ala. Dan cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang
shohih tanpa terbaur syubhat dan kesyirikan. Jadi inti penghambaan adalah
beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak melakukan syirik dengan sesuatu apapun.
Kesadaran kedua
sebagai ummat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam adalah menyadari bahwa
amalan-amalan kita akan diterima oleh Allah Ta’ala dengan syarat sesuai sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam . Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin menjelaskan konsekuensi mengenal Rasul adalah menerima segala
perintahnya bahwa mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi perintahnya,
menjahui segala larangan-nya,menetapkan perkara dengan
syariat dan ridha dengan putusannya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen agama, al-Qur’an dan
Tafsirnya ( Jakarta: Proyek pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1990).
Fawaid Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali
Hasan, Dar Ibnul Jauzi.
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan
Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah;
Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001)
Drs. H. Ali Anwar Yusuf, M. Si.
2003. Studi Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sayyid Ahmad Hasyimi Al-Mishri. Tt.
Mukhtar Al-Ahadits An-Nabawiyyah. Surabaya: Haromain Jaya.
Drs. Umar Barmawi. 1976. Materi
Akhlak. Bandung: CV. Ramadhani
_______________, Tafsir al-Qur-an
al-Karim ( Bandung: : Pustaka Hidayah, 1997)
Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1992)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar